BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Eksistensi
pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Isla tradisional di Tatar Jawa
Barat pada periode 1800-1945 tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehadiran
pesantren menempati posisi yang sangat strategis dalam kehidupan masyarakat.
Itulah sebabnya, posisi dan keberadaan pesantren mendapatkan tempat yang utama
karena dianggap mampu memberi pengaruh bagi kehidupan sebagian besar lapisan
masyarakat.
Pondok
pesantren merupakan lembaga yang sangat penting dalam penyebaran dakwah Islam.
Dikatakan demikian karena kegiatan pembinaan calon-calon guru agama, kyai-kyai,
atau ulama hanya dapat terjadi di pesantren. Dalam makalah ini, Kami akan
memaparkan pesantren-pesantren yang ada pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Penyebaran Pesantren di Jawa Barat Abad ke-19?
2.
Bagaimana
Penyebaran Pesantren di Jawa Barat Awal Abad ke-20?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui Penyebaran Pesantren di Jawa Barat Abad ke-19.
2.
Untuk
mengetahui Penyebaran Pesantren di Jawa Barat Awal Abad ke-20.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penyebaran
Pesantren di Jawa Barat Abad ke-19 (1800-1900)
Jumlah
pesantren di wilayah Jawa Barat, pada waktu dulu, dengan sekarang pasti
berbeda. Dalam konteks sekarang, jumlah pesantren di wilayah Jawa Barat
dipastikan lebih banyak. Hal ini tentu saja berbeda dengan jumlah pesantren
pada abad ke-19 M. Pada abad ke-19 M, jumlah pesantren mungkin masih sangat
terbatas. Bahkan, mungkin hanya dapat dihitung beberapa puluh atau mungkin
untuk jumlah ratusan pun tidak mencapainya.[1]
Berangkat
dari kenyataan ini, walaupun belum ditemukan adanya data statistik yang
menjelaskan berapa banyak jumlah pesantren di Jawa Barat pada masa Pemerintah
Belanda, terutama pada abad ke-19 sampai tahun 1945, namun dapat dipastikaan
bahwa keberadaan pesantren di wilayah Jawa Barat, berdasarkan peta
penyebarannya, masih sangat sedikit. ssss, perlu diketahui bahwa di beberapa
daerah di wilayah Jawa Barat, pada masa Pemerintah Hindia-Belanda, ternyata,
terdapat beberapa pesantren yang telah berdiri. Sampai saat ini, pesantren itu
ikut dan terlibat aktif dalam mengembangkan syiar Islam. Ia juga aktif berperan
dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa
usia pesantren yang terbilang sudah tua, dan memiliki pengaruh yang sangat
besar di antara pesantren lainnya yang ada dan tersebar di wilayah Jawa Barat.[2]
Berikut
adalah di antara beberapa pesantren yang sudah berusia tua dan memberi pengaruh
yang sangat besar bagi penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat.
1.
Pesantren
al-Falah-Biru Garut
Pesantren al-Falah Biru merupakan pesantren kelanjutan dari
Pesantren Biru yang didirikan oleh Kyai Akmaludin – seorang penghulu
Timbanganten/ Garut, pada 1749 M. Setelah Kyai Akmaludin meninggal, Pesantren
Biru dipimpin dan dikelola oleh Kyai Fakarudin, Kyai Abdul Rosyid, Kyai Irfan,
Kyai Abdul Qoim, Kyai Muhammad Adra’ie (Ama Biru).[3]
Setelah masa Raden Bagus Kyai Muhammad Adra’ie berakhir, lokasi
Pesantren Biru dipindahkan ke Kampung Torikolot, dan diberi nama tambahan
“al-Falah” yang dipimpin oleh putranya, Raden Kyai Muhammad Asnawi Kafrawi
Faqieh (Bani-Faqieh). Kepemimpinan pesantren kemudian dilanjutkan oleh Syekh
Badruzzaman, Kyai Bahrudin, Kyai Enjang Saepudin, dan Kyai Hanif Mamun Budi
Kafrawi.[4]
Pada periode kepemimpinan Syekh Badruzaman[5],
Pesantren al-Falah-Biru menjadi basis perjuangan dalam rangka menentang
pendudukan Jepang dan Agresi Militer Belanda I. Pada masa pendudukan Jepang dan
Agresi Militer Belanda II, Syekh Badruzaman pernah membentuk pasukan Hizbullah
dan Hizbullah fi Sabilillah. Ia juga memimpin perlawanan terhadap
penjajah Belanda dengan melakukan kaderisasi para mujahid melalui khalwat. Karena
Pesantren al-Falah-Biru tidak aman dan sering menjadi sasaran serangan musuh,
ia pernah mengungsi di Cikalong Wetan (Purawakarta), Padalarang, Majenang (Jawa
Tengah) dan Taraju (Tasik). Meskipun dalam pengungsian, ia terus mengembangkan
ilmu agama di tempat-tempat itu.[6]
Selain Pesantren al-Falah-Biru, pesantren yang berdiri sejak masa
Pemerintah Hindia-Belanda, dan berperan aktif dalam pengembangan syiar Islam
adalah Pesantren Sumur Kondang. Tidak hanya melakukan fisik untuk
melawan penjajah, sejak berdirinya, pesantren ini juga menyelenggarakan
kegiatan pendidikan di daerah Garut. Pesantren Sumur Kondang diperkirakan telah
ada sejak decade pertama abad ke-19. Pendirinya adalah Kyai Nuryayi, dan
dilanjutkan oleh Kyai Nursalim dan Kyai Nurhikam. Pesantren Sumur Kondang
merupakan pesantren yang dapat dipandang sebagai cikal bakal Pesantren Keresek.
Dikatakan demikian karena pendiri Pesantren Keresek, yaitu Kyai Tobri merupakan
anak dari Kyai Nurhikam.[7]
Pesantren Keresek[8] ini merupakan pesantren ketiga yang masih dapat ditelusuri
keberadannya di Kabupaten Garut. Pesantren ini berlokasi di Desa Cibundar,
Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Pesantren Keresek diperkirakan telah ada
sejak 1887 M. Pada masa Kyai Tobri, tepatnya 1887, bersamaan dengan dibelinya
sebidang tanah seluas 2 ha, ia berpindah dan membangun sebuah bangunan
sederhana berukuran 7x7 m sebagai tempat belajar, di tambah masjid dan rumah
tempat tinggal Kyai sebagai pengajar dan sesepuh. Hingga kini, keberadaan
Pesantren Keresek telah dipimpin oleh liama generasi. Generasi pertama adalah
Kyai Tobri. Selain sebagai perintis, ia juga merupakan figure Kyai yang menjadi
peletak dasar keberadaan Pesantren Keresek.
Sealin Pesantren al-Falah-Biru, Sumur Kondang, dan Pesantren
Keresek, pesantren yang sudah eksis di Garut sejak abad ke-19 adalah Pesantren
al-Hidayah. Pesantren ini berlokasi di Panembong, Bayongbong, Garut.
Pesantren al-Hidayah didirikan pada 1835 oleh Raden Kyai Mohammad Hasan. Kyai
Mohammad Hasan mendirikan Pesantren al-Hidayah setelah ia melihat perkembangan
Islam yang sangat menggembirakan di daerah tersebut.[9]
Kyai Mohammad Hasan adalah anak Kyai Kasim; salah seorang penyebar
Islam di daerah Panembong yang wafat pada 1710 M. Menurut informasi, setelah
Sultan Agung, Raja Kerajaan Mataram mengadakan penyerbuan pada bad ke-17,
terdapat salah seorang di antara prajuritnya yang tidak ikut kembali. Prajurit
itu bernama Mohammad Kasim. Ia berhenti di sebuah hutan yang masih termasuk
wilayah Garut dalam perjalanan kembali ke Mataram. Di tengah hutan tersebut,
Mohammad Kasim membuat rumah sederhana dan tempat beribadah (Mas’udi, 1986:
28-29 dalam Kusdiana, 2014: 126). Ternyata, tempat yang dihuni oleh Muhammad
Kasim, seiring dengan berjalannya waktu, semakin ramai hingga akhirnya ia
berkembang menjadi sebuah perkampungan yang ramai. Karena ramainya itu, kampung
itu diberi nama Panembong, kira-kira 9 km sebelah barat Kota Garut. Di tempat ini,
Kyai Mohammad Kasim menyampaikan dakwah Islam dan memberikan bimbingan tentang
cara bertani kepada penduduk setempat.
Kepemimpinan Raden Kyai Muhammad Hasan dalam mengelola dan memimpin
Pesantren al-Hidayah tidak berlangsung lama karena ia meniggal pada 1835.
Sepeninggal Kyai Muhammad Hasan, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh
puteranya, Raden Mohammad Kosasih. Estafeta kepemimpinan di Pesantren
al-Hidayah terus berlanjut sampai kemudian pada decade ke delapan dari abad
ke-20 dipimpin oleh Kyai Abdul Salam. Pada masa kepemimpinan Kyai Abdul Salam,
Pesantren al-Hidayah memiliki areal tanah seluas 0,14 ha. Bangunannya meliputi
4 lokal sarana pendidikan, dan 37 kamar untuk 182 santri mukim. Sejak 1946,
pesantren ini telah menerapkan sistem klasikal.[10]
2.
Pesantren
Ciwedus, Pesantren Lengkong-Kuningan dan Pesantren Santi Asromo-Majalengka
Di Cilimus, Kuningan terdapat Pesantren Ciwedus yang
didirikan oleh K. H. Kalamudin, ulama asal Banten, pada awal abad ke-18.
Sepeninggal K. H. Kalamudin Pesantren Ciwedus dilanjutkan oleh menantunya yang
bernama K. H. Syueb. Setelah K. H. Syueb meninggal, digantikan oleh oleh K. H.
Adroi. Selanjutnya, setelah K. H. Adro’i wafat, Pesantren Ciwedus dipimpin oleh
K. H. Shobari. Menurut Obing Asy’ari pada masa kepemimpinan K. H. Shobari
Pesantren Ciwedus banyak didatangi oleh para santri dari dalam dan luar Ciwedus
yang bermaksud belajar di pesantren tersebut. Pada masa kepemimpinan K. H.
Shobari pula pesantren ini banyak mengalami kemajuan, bahkan dapat dikatakan
pada masa K. H. Shobari inilah pesantren Ciwedus pernah mengalami masa-masa
keemasannnya hingga tahun 1916 ketika K. H. Shobari meninggal dunia.[11]
Sejak berdiri, Pesantren Ciwedus telah melahirkan ulama-ulama atau
para kiyai yang kemudian banyak mendirikan pesantren baru di beberapa daerah di
Pulau Jawa, seperti di antaranya K. H. Habib Abdurohman di Semarang, Habib
Jagasatru di Cirebon, K. H. Sanusi di Babakan Ciwaringin Cirebon, K. H. Syatibi
dan K. H. Hidayat di Cikijing-Majalengka, K. H. Zaenal Mustofa di daerah
Kandang Sapi-Cianjur, K. H. Abdul Halim (pendiri PUI) di Majalengka, K. H.
Mutawali dan K. H. Mahfudz di Cilimus Kuningan, K. H. Sudjai di
Gudang-Tasikmalaya, K. H. Hambali di Ciamis, K. H. Syamsuri Baedowi di
Tebuireng-Jawa Timur, K. H. Ilyas di daerah Cibeunteur (Banjar) dan lain-lain.[12]
Pesantren tua yang juga terkenal di Kuningan adalah Pesantren
Lengkong. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Haji Muhammad Dako, utusan
dari Cirebon, pada sekitar akhir abad ke-18. Pesantren Lengkong terdapat di
daerah Lengkong, Kecamatan Garawangi Kab. Kuningan. Setelah Syekh Haji Muhammad
Dako meninggal pesantren diteruskan oleh Kiyai Abdul Karim, Kiyai Fakih Tolab,
Kiyai Lukmanul Hakim atau yang dikenal sebagai Kiyai Hasan Maolani. Bila
ditelusuri, dari keturunan dan murid-murid K.Hasan Maolani inilah banyak
menurunkan para penghulu di Kuningan.[13]
Sementara itu, salah satu pesantren tua di Majalengka yang sekarang
masih terus berkembang adalah Pesantren Santi Asromo yang didirikan oleh
K. H. Abdul Halim pada bulan April tahun 1932. Kendati demikian jauh sebelum
mendirikan Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul Halim sudah mendirikan lembaga
pendidikan yang dapat dipandang sebagai cikal bakal kelahiran dari Pesantren
Santi Asromo. Lembaga pendidikan tersebut bernama Majlisul Ilmi yang didirikan
pada tahun 191158 sebagai lembaga yang menjadi tempat kegiatan pendidikan
agama, yaitu berupa mushala/surau yang terbuat dari bambu. Selanjutnya pada
tahun 1912 ia juga mendirikan organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang dengan
melalui organisasi ini, selain ia banyak mengembangkan gagasan pembaruan
pendidikan, ia juga banyak melibatkan bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan.
Ia juga pada tahun 1916 mendirikan organisasi yang bernama Jamiyah Ianah
Muta’allimin sebagai usaha untuk terus mengembangkan pendidikan (Wanta, 1997).
Seperti diketahui pendirian Pesantren Santi Asromo itu sendiri
dilatarbelakangi dari gagasan briliannnya yang disampaikan melalui risalahnya
yang berjudul Afatul Ijtimaiyah wa Ilajuha dalam Kongres Persyarikatan Oelama
IX pada tahun 1931. Dalam risalahnya itu ia mencetuskan gagasannya bahwa anak
didik di masa depan harus dapat hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang
lain. Atas dasar pertimbangan itu, setiap anak didik harus diberi bekal
keterampilan yang cukup, sesuai dengan kecenderungan dan bakat masing-masing.
Untuk meralisasikan gagasan tersebut pada kongres tersebut telah
disepakati sekaligus memberikan dukungan dan kepercayaan sepenuhnya kepada K.
H. Abdul Halim untuk mengelola sebuah program pendidikan yang tempatnya
dibangun secara terpisah dan khusus. Program pendidikan itu kemudian terkenal
dengan nama Santi Asromo. Gagasan K. H. Abdul Halim ini kemudian disampaikan
kembali dalam Kongres Persyarikatan Oelama X tanggal 14-17 Juli 1932 di
Majalengka dengan menjadi sebuah keputusan kongres.62 Akhirnya Pengurus Besar
Persyarikatan Oelama (PB PO) Majelis Perguruan memutuskan bahwa, sistem pondok
pesantren, selain mengajarkan pelajaran agama dan pengetahuan umum seperti
sejarah dunia, bahasa Belanda, diberi juga pelajaran praktik bercocok tanam,
tukang kayu, kerajinan tangan dan lainnya untuk memenuhi pendidikan akliyah,
pendidikan ruhaniyah dan pendidikan amaliyah.
Kemudian, program pendidikan Santi Asromo bertujuan agar kelak
anak-anak dapat mencari rizki yang halal tidak memiliki ketergantungan terhadap
bantuan dari luar, bahkan secara berangsurangsur dapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan percaya pada diri sendiri. Selanjutnya, para siswa wajib tinggal di
asrama atau pondok selama 5 atau 10 tahun, dan diharuskan membawa bekal
tiap-tiap bulan yang diserahkan kepada pengurus, tidak dipungut uang sekolah,
dan anak-anak harus belajar sendiri.[14]
Program pendidikan Santi Asromo terus berkembang. Pendirian Santi
Asromo banyak mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat dan para
tokoh Persyarikatan Oelama (PO). Mereka banyak memberi dukungan moril maupun
materiil. Mata pelajaran agama yang diajarkan di Pesantren Santi Asromo terdiri
atas al-Quran, Qiraah, Khat, Imla, Ilmu Tauhid, Fiqih, Lugah, Ilmu Tajwid,
Muhaddasah, Insya, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Tarikh dan Akhlak. Sedangkan mata
pelajaran umum yang diajarkan di Pesantren Santi Asromo meliputi menggambar,
berhitung, membaca dan menulis hurup Jawa dan Latin, ilmu bumi, bahasa
Indonesia, serta ilmu tumbuh-tumbuhan. Adapun mata pelajaran keterampilan yang
disajikan mencakup bercocok tanam, beternak, perikanan, dan pekerjaan tangan
seperti kerajinan kayu, bambu dan besi. Selain itu diajarkan pula keterampilan
menenun dan menjahit pakaian serta belajar membuat minyak wangi dan sabun.64
Dengan berbagai kegiatan seperti itu, santri Pesantren Santi Asromo
dikenal dengan sebutan Santri Lucu, yang maksudnya bahwa para santri tidak saja
pandai mengaji, menulis dan memiliki ilmu pengetahuan, akan tetapi mereka juga
memeiliki keahlian (skill) dalam berbagai lapangan kerja. Dengan demikian kelak
di dalam menjalani kehidupan di msyarakat para santri diharapkan dapat hidup
mandiri bahkan membantu orang lain. Di samping mengembangkan bidang pendidikan
agama, umum dan keterampilan, K. H. Abdul Halim juga memperluas usaha bidang
dakwah. Dalam bidang dakwah, ia selalu menjalin hubungan dengan beberapa
organisasi Islam lainnnya di Indonesia, seperti dengan Muhammadiyah di
Yogyakarta, Sarekat Islam (SI) di Surabaya, dan Al-Ittihadiyatul Islamiyah di
Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhwah Islamiyah dengan penuh cinta
kasih, sebagai usaha menampakkan syiar Islam. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya adalah bahwa dakwah yang dilakukan K. H. Abdul Halim adalah
mempersatukan umat Islam guna mengusir kaum penjajah.[15]
3.
Pesantren Gentur
Cianjur
Keberadaan Pesantren Genturyang berlokasi di Desa Jambudipa
Warungkondang Cianjur, diduga, merupakan pesantren tertua di Kabupaten Cianjur.
Kehadiran Pesantren Gentur di wilayah Cianjur ini sezaman dengan Pesantren
Keresek di Garut. Pesantren ini ternyata masih memiliki hubungan geneologis
(kekeluargaan) dengan Pesantren Keresek di Garut karena pendiri Pesantren
Keresek dan Pesantren Gentur adalah dua bersaudara; kakak-adik. Sampai
sekarang, menurut M. A. H. Ismatulah, Pesantren Gentur diperkirakan telah
berumur kurang lebih 200 tahun.[16]
Pesantren Gentur didirikan oleh Kyai Muhammad Said. Ia merupakan
generasi pertama sekaligus peletak dasar kehadiran Pesantren Gentur. Setelah
Kyai Muhammad Said meninggal ketika melaksanakan ibadah haji ke Mekkah,
kepemimpinan Pesantren Gentur dilanjutkan oleh anaknya, Kyai Syatibi. Setelah
Kyai Syatibi meninggal, Pesantren Gentur dipimpin oleh Kyai Abdullah Haq Nuh.
Pasca-kepemimpinan Kyai Abdullah Haq Nuh, pesantren ini diteruskan oleh Kyai
Amadar. Sekarang, Pesantren Gentur masih eksis dan dipimpin oleh Kyai Cucu
Saliskalimatullah.
Pesantren lain yang sudah berdiri sejak masa pemerintah
Hindia-Belanda dan sampai sekarang masih eksis dalam pengembangan Islam, serta
berperan-aktif dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di Cianjur adalah Pesantren
Kandang Sapi. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Opo Mustofa pada 1897 M.
Kyai Opo Mustofa, sebagai pendiri, sebenarnya, bukanlah putra kelahiran
Cianjur. Jika ditelusuri asal-usul geneologinya, ternyata, ia berasal dari
Garut, tepatnya daerah Cibatu yang pada 1897, beliau hijrah dari Garut ke
Cianjur.Kyai Opo Mustofa lahir pada 1848 M/ 1256 H dan wafat pada 1977 M/ 1398
H. Ia merupakan anak dari Kyai Arkan bin Syekh Jamhari Cikondang bin Syekh
Abdul Jabar bin Syekh Jafar Sidik Gunung Haruman, Garut. Sejak berdirinya pada
1897 sampai meninggalnya pimpinan pondok pesantren pada 1977. Di antara para
santri yang belajar di pesantren ini, umumnya, kebanyakan datang dari Cianjur,
Bogor, Sukabumi dan Tasikmalaya. Tapi, ada juga yang berasal dari luar jawa,
misalnya, Jambi.[17]
Salah satu karaktersitik yang sangat menarik dari Pesantren Kandang
Sapi dibandingkan dengan keberadaan pesantren-pesantren lainnya yang terdapat
di daerah Cianjur adalah komitmen terhadap tradisi kesederhanaan. Jelasnya,
sejak Kyai Opo Mustofa hingga kini, pesantren ini tidak menggunakan alat-alat
elektronik modern, seperti pengeras suara atau sound system. Generasi
penerus pascsameninggalnya Kyai Opo Mustofa pun tetap komitmen pada sikap yang
unik ini. Para penerusnya bukan tidak mau melihat dan menolak kemajuan zaman,
tetapi semua ini dilakukan dalam rangka memelihara tradisi yang sudah dilakukan
oleh Kyai Opo Mustofa di masa-masa sebelumnya.
Selain Pesantren Gentur dan Kandang Sapi yang sudah ada sejak masa
Pemerintahan Hindia-Belanda dan hingga kini masih eksis dalam kegiatan
pengembangan syiar Islam dan pendidikan di daerah Cianjut, ada pula namaPesantren
Jambudipa. Menurut Choerul Anam, Pesantren Jambudipa didirikan pada 1894 M
oleh Kyai Mohammad Holil (Being Sambong). Pada awal berdirinya, pesantren ini
hanya berupa masjid dan kobong. Di tempat yang sangat sederhana
tersebut, Kyai Mohammad Holil, sesuai dengan keahliannya, pada mulanya,
pesantren hanya mengajarkan Ilmu Al-Qur’an dan Fiqih kepada santri-santrinya.
Pada 1917, Kyai Mohammad Holil meninggal. Selanjutnya, Pesantren
Jambudipa dipimpin Kyai Fahrudin. Pada masa Kyai Fahrudin, Pesantren Jambudipa
tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an, tapi juga mulai melakukan kegiatan berbagai
pengajian kitab kuning. Pada 1935, untuk memenuhi keinginan masyarakat,
didirikanlah bangunan majlis talim sebagai wadah bagi pengajian masyarakat
umum. Pengajian melalui majlis talim ini dilakukan setiap hari Senin pagi untuk
laki-laki dan Selasa pagi untuk wanita. Biasanya, tidak kurang 1.500 pria dan
1.700 wanita menghadiri pengajian tersebut. Mereka datang dari Cianjur, Sukabumi
dan Bogor.
Di Pesantren Jambudipa, para santri selain berasal dari daerah
sekitar Cianjur, Banten dan Sukabumi, ada juga santri yang berasal dari luar
pulau Jawa, tepatnya dari Sumatera. Beberapa nama santri yang kemudian menjadi
tokoh dan ulama penting yang merupakan jebolan Pesantren Jambudipa adalah Abah
Anom (Kyai A. Shohibul Wafa Tajul Arifin), pimpinan Pondrok Pesantren
Suryalaya; Kyai Jumhur, pengasuh Pesantren Ciwaringin Bogor dan Kyai Acep,
pimpinan pondok Pesantren di daerah Cilember.
4.
Pesantren Minhajul
Karomah Cibeunteur-Banjar
Pesantren di wilayah Priangan yang sudah ada sejak masa
Pemerintahan Hindia-Belanda, ternyata, tidak hanya di temukan di daerah Garut
dan Cianjur. Di Banjar pun jejak keberadaan pesantren yang berusia tua juga
masih dapat dilacak. Bahkan, hingga kini, beberapa pesantren masih eksis dalam
melakukan kegiatan pengembangan syiar Islam dan pendidikan. Salah satu nama
pesantren tersebut adalah Pesantren Minhajul Karomah Cibeunteur yang terletak
di Kota Banjar.
Pesantren CIbeunteur berdiri sejak awal abad ke-19. Pesantren ini
diperkirakan berdiri paada 1809 M atas inisiatif Kyai Mohammad Ilyas.
Sepeninggal Kyai Mohammad Ilyas, Pesantren Cibeunteur diteruskan oleh Kyai
Mohammad Holil. Kyai Mohammad Holil merupakan anak kedua dari Kyai Mohammad
Ilyas. Sebelum memimpin Pesantren Minhajul Karomah, Mohammad Holil pernah
belajar kepada kyai dari beberapa pesantren lain, antara lain, K.H. Mohammad
Sobari di Pesantren Ciwedus Kuningan.
Setelah Kyai Mohammad Holil wafat, estafeta kepemimpinan Pesantren
Cibeunteur dilanjutkan oleh kedua orang kakak dari Kyai Dudung Abdul Wadud,
yaitu Kyai Bahrudin memimpin dan mengelola Pesantren Minhajul Karomah sampai
wafat, Pesantren Minhajul Karomah diteruskan oleh adiknya, yaitu Kyai Sudjai.
Pascakepemimpinan Kyai Sudjai, pesantren ini diteruskan oleh Kyai Dudung Abdul
Wadud. Sebelum Kyai Dudung Abdul Wadud belajar kepada orang tuanya, ia pernah
menimba ilmu di Pesantren Cikalama (Cicalengka) dan Pesantren Keresek. Jadi,
hingga kini, Pesantren Cibeunteur yang hingga kini masih eksis ini sudah
dipimpin oleh lima orang kyai.[18]
5.
Pesantren
Mahmud, Sukafakir dan Sukamiskin
Pesantren Mahmud
adalah pesantren yang telah berdiri sejak abad ke-19 di Bandung. Menurut salah
seorang ajengan di Pesantren Cigondewah, pendiri pesantren ini adalah
Buya Odang yang dilanjutkan oleh puteranya Buya Uya. Diduga, Pesantren Mahmud
adalah pesantren tertua di Bandung, yang berdiri pada paruh kedua abad ke-19,
bersamaan dengan tumbuhnya semangat menimba ilmu agama ke daerah-daerah di
timur Jawa di kalangan warga Sunda, baik dari kalangan menak, menak kaum maupun
Santana. Pesantren ini pun banyak menghasilkan ajengan yang
dikenal luas di daerah Bandung. Ulama-ulama dari pesantren ini banyak yang
menjadi penasihat bupati Bandung.
Masih sezaman dengan Pesantren Mahmud, di Bandung Barat bagian
Selatan, selain Pesantren Mahmud terdapat juga Pesantren Sukafakir.
Keberadaan Pesantren Sukafakir diprediksi lebih muda daripada Pesantren Mahmud.
Namun, waktu pendirian Pesantren Sukafakir tidak diketahui. Diduga, pada
1870-an, sudah banyak santri yang mulai belajar di Pesantren Sukafakir ini.
Pondok Pesantren Sukamiskin
merupakan salah satu pesantren tua yang berlokasi di arah timur dari pusat kota
Bandung. Pada decade kedelapan dari abad ke-19, lokasi pesantren ini berada di
Distrik Ujung-Berung, tidak jauh dari jalan raya pos. Nama “Sukamiskin” sendiri
diambil dari kata “suq” yang berarti pasar, dan “Misq” yang
berarti minyak wangi. Nama ini diberikan oleh ajengan Alqo. Nama ini
mengasosiasikan pengertian yang sangat indah tentang sebuah tempat yang
menebarkan keharuman bagi lingkungan sekitarnya. Semula, nama pesantren ini
adalah “Suqmisk”. Namun, karena pelafalan orang Sunda, nama yang lebih
dikenal adalah “Sukamiskin”. Nama lainnya yang dikenal adalah Pesantren Gedong.
Disebut “Gedong” karena bangunannya bersifat permanen dan gagah.
Pesantren Sukamiskin didirikan oleh Kyai Muhammad Alqo pada 1881.
Hingga kini, nama Pesantren Sukamiskin masih bergaung meskipun ketenarannya
terlibas oleh dahsyatnya arus perputaran roda zaman. Sejak berdirinya,
Pesantren Sukamiskin dikelola dan dipimpin oleh beberapa generasi.[19]
B.
Penyebaran Pesantren
di Jawa Barat Awal Abad ke-20 (1900-1945)
Keberadaan dan penyebaran pesantren di wilayah
Priangan terus bermunculan dan mengalami peningkatan jumlah. Pada awal abad
ke-20, selain terdapat pesantren-pesantren yang telah bertebaran sebelumnya
sejak abad ke-19, di wilayah Priangan juga banyak bermunculan dan berdiri
pesantren-pesantren baru yang tentu saja akanmenambah khazanah perbendaharaan
pesantren.[20]
Berikut adalah nama-nama pesantren yang berdiri sejak awal ke-20 sampai 1945
dan penjelasan tentang visi-misi pesantren yang dimaksud.
1.
Pesantren Pangkalan,
Pesantren Cipari, dan Pesantren Darussalam
Pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari dan Pesantren
Darussalam-Wanaraja, pada awal abad ke-20, merupakan pesantren yang pengaruhnya
sangat besar di Kabupaten Garut setelah Pesantren al-Falah-Biru dan Pesantren
Keresek.Pesantren Pangkalan didirikan oleh Kyai Qurtubi di daerah
Tarogong-Garut. Pesantren ini diperkirakan berdiri pada periode awal abad
ke-20. Pesantren Pangkalan Garut disebut-sebut pernah menjadi tempat menuntut
ilmunya Kyai Badruzaman. Masa kepemimpinan Kyai Qurtubi, bagi Pesantren
Pangkalan, merupakan masa keemasan. Sebabnya, selain karena charisma yang
melekat kuat dalam dirinya juga karena kemampuannya yang mumpuni dalam
mentransfer ilmu-ilmu agama. Saying sekali, pasca-meninggalnya Kyai Qurtubi,
secara perlahan-lahan, Pesantren Pangkalan mulai mengalami kemunduran dan
kevakuman.[21]
Hampir sama dengan sejarah Pesantren Pangkalan, Pesantren Ciparipun
tidak memiliki data yang jelas tentang sejarah kehadirannya. Namun, menurut
perkiraan, pesantren ini berdiri antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
yang didirikan oleh Kyai Zaenal Abidin. Pada awal pendiriannya, Pesantren
Cipari lebih menitikberatkan pada pendidikan nonformal melalui kegiatan
pengajian berupa majelis taklim unutk masyarakat, pengajian kitab kuning dan
Al-Qur’an untuk para santri.
Pada dekade ketiga abad ke20, kepemimpinan dan pengelolaan pesantren
dilanjutkan oleh Kyai Harmaen. Pada masanya, peran serta Pesantren Cipari di
kancah perjuangan bangsa menjadi salah satu bidang garapannya, terlebih ketika
di daerah Garut. Sejak berdirinya sampai sekarang, pesantren ini masih eksis
dan berkiprah bagi seluruh warga masyarakat. Kepemimpinan dan pengelolaan
pesantren dipegang dan dikelola oleh abak-anak Kyai Harmaen yang meneruskan kepemimpinan
dari orangtuanya.[22]
Pesantren lain yang memiliki hubungan genealogis dan berdiri pada awal
abad 20 adalah Pesantren Darussalam. Sebenarnya, Pesantren Darussalam dan
Pesantren Cipari memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Pendiri Pesantren
Darussalam adalah Kyai Yusuf Tauziri yang notabene adalah seorang pengasuh
Pesantren Cipari. Diduga, Pesantren Darussalam berdiri pada 1939. Kyai Yusuf
Tauziri merupakan sosok yang tegas dalam mempertahankan hal-hal yang prinsipil.
Beliau adalah ulama yang memiliki keteguhanan dan kekuatan spiritual yang luar
biasa tangguh. Kyai Yusuf Tauziri meninggal di Garut pada 1982, dan beliau
dimakamkan di lingkungan Pesantren Darussalam Wanaraja.[23]
2.
Pesantren Kudang,
Suryalaya, Cilenga, Cintawana, Miftahul Ulum, Mathlaul Khair, As-Salam, Bahrul
Ulum, Sukahideung, Sukamanah, dan Cipasung Tasikmalaya
Satu, Pesantren Kudang
Tasikmalaya. Pendiri Pesantren Kudang adalah Kyai Muhammad Syujai. Tidak ada
informasi yang pasti tentang kapan pesantren ini mulai berdiri. Namun, menurut
keterangan, diperkirakan, Pesantren Kudang berdiri antara akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20.Dua, Pesantren
Suryalaya yang berdiri pada 5 September 1905 M/7 Rajab 1323 H oleh Kyai
Abdullah Mubarak atau Abah Sepuh. Pada 1956, Kyai Abdullah Mubarok atau Ajengan Godebag meninggal. Kepemimpinan
Pesantren Suryalaya selanjutnya diteruskan oleh anaknya, yaitu Kyai A. Sohibul
Wafa Tajul Arifin.[24]
Tiga, Pesantren Cilenga.
Letaknya di Leuwisari Tasikmalaya. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Sobandi
atau Kyai Syabandi.[25]Empat, Pesantren Cintawana. Pesantren
Cintawana berdiri sejak 1917 M. Pesantren ini didirikan oleh Kyai Mohammad Toha
yang lahir pada 1882 M di Kampung Cireule, Desa Banjarsari, Kecamatan
Pagerageung, Tasikmalaya. Kyai Mohammad Toha mendirikan dan memimpin pesantren
ini selama 28 tahun, dan pada 1945, ia meninggal. Pesantren ini tidak hanya
mengajarkan pengajian Al-Qur’an, tetapi juga mengajarkan Tafsir Al-Qur’an, Jurmiyah, Alfiyah, bahasa asing selain Arab, dan
kitab-kitab kuning.[26]
Lima, Pesantren Miftahul
Ulum yang eksis di Tasikmalaya sejak abad ke-20. Pesantren ini didirikan oleh
Kyai Zaenal Abidin pada 1917. Pada 1946, Kyai Zaenal Abidin meninggal.
Sepeninggal Kyai Zaenal Abidin, pengurus dan pengelola pesantren Miftahul Ulum
dilanjtukan oleh Kyai A. Najmudin.Enam, Pesantren
Al-Mathlaul Khair didirikan oleh Kyai Dimyati pada 1918. Pesantren Al-Mathlaul
Khair mengajarkan berbagai ilmu agama yang menjadi pelajaran wajib, seperti
Ilmu Fiqih, Tasauf, Tafsir, Nahwu, Sharaf, Badi dan Bayan.
Tujuh, Pesantren As-Salam
yang sudah berdiri sejak awal 1920. Pendirinya adalah Kyai Qolyubi, alumni
Pesantren Keresek Garut. Pascameninggalnya Kyai Qolyubi, kegiatan pesantren pun
secara perlahan-lahan mengalami pasang surut.Delapan, Pesantren Bahrul Ulum. Pesantren Bahrul Ulum ini berdiri
atas desakan masyarakat sekitar yang ingin mendalami pendidikan agama. Pendiri
pesantren ini adalah Kyai Masduki.[27]
Sembilan, Pesantren Sukamanah.
Diprediksi, pesntren ini didirikan pada 1927 oleh Kyai Zaenal Mustafa di
kampung Cikembang dengan nama Pesantren Sukamanah.[28]Sepuluh, Pesantren Cipasung. Pesantren
Cipasung merupakan salah satu pesantren yang menjadi basis perjuangan para
ulama NU di Tasikmalaya. Pesantren yang didirikan oleh Kyai Ruhiyat ini telah
berdiri sejak 1931. Pesantren ini berlokasi di Kampung Cipasung, sekitar 2 km
dari Kota Singaparna, Tasikmalaya.[29]
3.
Pesantren Al Bidayah
Cangkorah, Al Asyikin, Baitul Arqam, Islamiyah-Cijawura, Cikapayang,
Sindangsari Al Jawami, Al Ittifaq, Pesantren Persis, Mathlaul Anwar Palgenep,
Hegarmanah, Cigondewah, Sinarmiskin, Sadangsari dan Cijerah di Bandung
Satu, Pesantren Al-Bidayah
terletak di Jalan Raya Batujajar No. 01 Desa Giriasih RT 03 RW 08 Kecamatan
Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Pesantren Al-Bidayah Cangkorah didirikan
oleh Kyai Muhammad Asy’arie pada 1907.[30]Dua, Pesantren Al-Asyikin terletak di Kelurahan Pajajaran, Bandung.
Pesantren Al-Asyikin telah ada sejak 1912 dan didirikan oleh Kyai Zarkasyi bin
Ahmad.
Tiga, Pesantren Baitul
Arqam didirikan oleh Kyai Muhammad Faqih pada 1922. Pesantren ini terletak di
sebelah selatan Kota Bandung, tepatnya di Jalan Lembur Awi, Desa Pacet,
Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.[31]Empat, Pesantren Islamiyah Cijawura.
Pesantren ini berdiri pada 1927. Lokasinya di Jalan Terusan Buah Batu, Desa
Margasari, kira-kira 8 km dari kota Bandung. Pesantren ini didirikan oleh Kyai
Abdussyukur, dengan tujuan utama mengubah sikap masyarakat melalui pengajaran
agama.
Lima, Pesantren Cikapayang
adalah pesantren yang berlokasi di Kampung Cikapayang, Sukaluyu, Cibeunying,
Bandung. Pesantren ini telah ada sejak tahun 1928 dan didirikan oleh Ibrahim
Wiratmaja.[32]Enam, Pesantren Sindangsari Al-Jawami.
Pesantren ini terdapat di Cileunyi Wetan, Kec. Cileunyi, Kab. Bandung.
Pesantren ini berdiri pada 3 Mei 1931 dan didirikan oleh Kyai Muhammad Syujai.
Tujuh, Pesantren Al-Ittifaq didirikan oleh Kyai
Mansyur pada 1 Februari 1934 M. Pesantren ini berlokasi di Kampung Ciburial,
Desa Alam Indah, Kecamatan Ciwidey. Pesantren ini berdiri atas restu Kanjeng
Dalem Wiranata Kusumah.[33]Delapan, Pesantren Persatuan Islam No. 1
dan 2 Pajagalan. Pesantren ini terletak di pusat perdagangan Kota Bandung.
Pesantren ini merupakan pondok pesantren yang pertama yang didirikan oleh
organisasi Persatuan Islam (Persis). Pesantren ini berdiri pada Maret 1936 M/1
Dzulhijjah 1354 H.Sembilan, Pesantren
Mathlaul Anwar-Palgenep didirikan oleh Ajengan Sahroni antara 1939-1940.
Pesantren Hegarmanah Cibabat didirikan oleh Ajengan Maftuh pada 1939. Pesantren
Cigondewah didirikan oleh Ajengan Fakih pada 1939. Pesantren Sinarmiskin
didirikan oleh Kyai Ahmad Dimyati pada 1935. Pesantren Sadangsari didirikan
oleh Ajengan Sulaeman pada 1938,
Pesantren Cijerah didirikan oleh Ajengan Muhammad Syafi’I pada 1940.[34]
4. Pesantren Darul Ulum, Pesantren Cidewa/Darussalam, Pesantren al-Quran
Cijantung, Pesantren Miftahul Khoer, Pesantren Al-Fadhiliyah (Petir) di Ciamis
Satu,
Pesantren
Darul Ulum, Pesantren Cidewa/Darussalam, Pesantren al-Fadhiliyah dan Pesantren
Miftahul Khoer adalah empat pesantren yang keberadaannya dapat dikatakan cukup
tua, yang ditemukan dan masih eksis di Kabupaten Ciamis.Dua, Pesantren Darussalam Ciamis, didirikan pada 1929 oleh Kyai
Ahmad Fadlil.Tiga, Pesantren Al-Quran
Cijantung Ciamis. Pesantren ini berlokasi di Desa Sukarapih, Kecamatan Cijantung
Kabupaten Ciamis. Pendiri pesantren ini adalah Kyai Siradj yang dikenal luas
sebagai lulusan Makkah al-Mukarromah.[35]
Empat, Pesantren Miftahul
Khoer pun termasuk pesantren tertua di Ciamis. Pesantren ini didirikan oleh
Kyai Sulaeman Kurdi pada 1940.Lima, Pesantren
Al-Fadhiliyah, yang berlokasi di Desa Pusaka Nagara Kec. Baregbeg, Kabupaten
Ciamis. Pesantren Al-Fadhiliyah didirikan pada 194 oleh Kyai Ahmad Komarudin.[36]
5. Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi
Ketiga pesantren ini dapat dikatakan sebagai
pesantren tua dan dipandang memliki pengaruh yang besar di daerah Sukabumi.
Walaupun diantara ketiga pesantren itu hanya pesantren Samsul Ulum yang masih
eksis keberadaannya sampai sekarang dan mengembangkan dakwah Islam, namun
kehadiran ketiga pesantren tersebut tidak dapat dipisahkan.[37]
6. Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo di Banjar
Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar berlokasi di
Desa Kujangsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar. Pesantren ini didirikan
pada 1911 oleh Kyai Marzuki, seorang kyai yang berasal dari daerah Kebumen,
Jawa Tengah.[38]
7. Pesantren Pagelaran Sumedang-Subang dan Darul Hikmah di Sumedang
Dua nama pesantren yang menjadi “produk”
wilayah Sumedang adalah Pesantren Pgelaran Sumedang-Subang dan Darul Hikmah.
Pesantren Pagelaran didirikan pada 1920 oleh Kyai Muhyidin. [39]Kehadiran Pesantren
Pagelaran membawa banyak perubahan bagi kehidupan warga masyarakat. Contoh,
daerah Cisalak-Subang, sebelum Pesantren Pagelaran berdiri, terkenal sebagai
“daerah hitam”. Daerah ini merupakan daerah yang menjadi tempat berkembangnya
praktik-praktik kemusyrikan. Daerah ini juga pernah menjadi daerha komunis.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, setelah Pesantren Pagelaran berdiri,
daerah Cisalak saat ini menjadi salah satu daerah agamis di Kabupaten Subang.
Sepeninggal Kyai Muhyidin, kepemimpinan Pesantren Pagelaran dilanjutkan oleh
anaknya, Kyai Oom Abdul Qoyim Muhyidin.
Pesantren
lainnya yang muncul pada awal abad ke-20 di Sumedang adalah Pesantren Darul
Hikmah. Lokasinya di Desa Tanjungmekar, Kecamatan Tanjungkerta, Sumedang.
Pondok pesantren ini didirikan pada 1927 oleh Kyai Nahrowi. Selain
menyelenggarakan pendidikan klasikal, pesantren ini juga mengembangkan kegiatan
keterampilan yang meliputi pertukangan, pertanian dan menjahit.[40]Demikianlah
pemaparan secara komprehensif tentang jejak-jejak informasi penyebaran
pesantren di wilayah Priangan dari 1800 sampai pertengahan decade keempat abad
ke-20.[41]
8. Pesantren Sempur dan
Al-Mutohhar – Kabupaten Purwakarta
Pesantren tua di
Kabupaten Purwakarta adalah Pesantren Sempur dan Al Mutohhar. Pesantren Sempur
telah ada sejak dekade kedua abad ke-20. Pesantren ini didirikan pada tahun
1911 oleh K. H. Tubagus Bakri. Bila ditelusuri, K. H. Tubagus Bakri merupakan anak dari Tubagus
Saeda, seseorang yang masih memiliki hubungan geneologis dengan Maulana
Hasanudin dari Banten. Setelah menyelesaikan pendidikannnya, K. H. Tubagus
Bakri memberanikan diri membuka sebuah pesantren baru. Di antara
santri-santrinya yang belajar di pesantren ini selain mereka yang berasal dari
daerah sekitar Purwakarta, banyak juga yang berasal dari Banten dan Cirebon. Di
antara santri-santrinya yang pernah belajar di Pesantren Sempur, banyak yang
menjadi ulama-ulama besar, seperti K. H. Makmum Nawawi dari Cibarusah, K. H.
Ahmad Dimyati dari Banten, K. H. Bustomi.128 Sepeninggal K. H. Tubagus Bakri,
kepemimpinan di Pesantren Sempur dilanjutkan oleh K. H. R. Muhtar, K. H. Kholil
dan K. H. Munawar129 dengan dibantu oleh K. H. .Ahmad Dudus dan K. H. Ahmad Dadih,
yang semuanya merupakan keturunan dari K. H. Tubagus Bakri.
Selanjutnya
selain Pesantren Sempur, pesantren lain yang cukup berumur yang terdapat di
Purwakarta ialah Pesantren al-Mutohar. Pesantren yang berlokasi di Plered,
tepatnya di Cilegok ini didirikan pada tahun 1912. Dari semenjak berdirinya
nama pesantren ini telah mengalami tiga kali pergantian. Pada awalnya Pesantren
Al-Mutohar bernama Pesantren al-Huda kemudian Darul Ulum dan sekarang bernama
al-Mutohhar. Pesantren ini didirikan pertama kali oleh K. H. Toha. Dalam proses
awal pendiriannnya, semula pesantren ini hanya memiliki masjid dan kemudian
menyusun pondok seiring adanya santri yang mondok di tempat itu. Dari sejak
berdirinya pada tahun 1912 Pesantren al-Mutohar telah dipegang oleh empat orang.
Setelah K. H. Toha meninggal, kepemimpinan Pesantren al-Mutohhar dipimpin K. H.
Sirojudin Toha. Kemudian setelah itu dilanjutkan oleh K. H. Manaf Sholeh.133
Sekarang pesantren ini dipimpin K. H. Syadullah.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Jumlah
pesantren di wilayah Jawa Barat, pada waktu dulu, dengan sekarang pasti
berbeda. Dalam konteks sekarang, jumlah pesantren di wilayah Jawa Barat
dipastikan lebih banyak. Hal ini tentu saja berbeda dengan jumlah pesantren
pada abad ke-19 M. Pada abad ke-19 M, jumlah pesantren mungkin masih sangat
terbatas. Bahkan, mungkin hanya dapat dihitung beberapa puluh atau mungkin
untuk jumlah ratusan pun tidak mencapainya. Berikut adalah di antara beberapa
pesantren yang sudah berusia tua dan memberi pengaruh yang sangat besar bagi
penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat: Pesantren al-Falah-Biru Garut,
Pesantren Sumur Kondang, Pesantren Keresek, Pesantren al-Hidayah, Pesantren
Ciwedus, Pesantren Lengkong-Kuningan, Pesantren Santi Asromo-Majalengka,
Pesantren Gentur Cianjur, Pesantren Kandang Sapi, Pesantren Jambudipa,
Pesantren Minhajul Karomah Cibeunteur-Banjar, Pesantren Mahmud, Pesantren
Sukafakir dan Pesantren Sukamiskin.
Keberadaan
dan penyebaran pesantren di wilayah Priangan terus bermunculan dan mengalami
peningkatan jumlah. Pada awal abad ke-20, selain terdapat pesantren-pesantren
yang telah bertebaran sebelumnya sejak abad ke-19, di wilayah Priangan juga
banyak bermunculan dan berdiri pesantren-pesantren baru yang tentu saja akan
menambah khazanah perbendaharaan pesantren. Berikut adalah nama-nama pesantren
yang berdiri sejak awal ke-20 sampai 1945 dan penjelasan tentang visi-misi
pesantren yang dimaksud: Pesantren Pangkalan, Pesantren Cipari, Pesantren
Darussalam, Pesantren Kudang, Suryalaya, Cilenga, Cintawana, Miftahul Ulum,
Mathlaul Khair, As-Salam, Bahrul Ulum, Sukahideung, Sukamanah, Cipasung-
Tasikmalaya, Pesantren Al Bidayah Cangkorah, Al Asyikin, Baitul Arqam,
Islamiyah-Cijawura, Cikapayang, Sindangsari Al Jawami, Al Ittifaq, Pesantren
Persis, Mathlaul Anwar Palgenep, Hegarmanah, Cigondewah, Sinarmiskin,
Sadangsari, Cijerah di Bandung, Pesantren Darul Ulum, Pesantren
Cidewa/Darussalam, Pesantren al-Quran Cijantung, Pesantren Miftahul Khoer,
Pesantren Al-Fadhiliyah (Petir) di Ciamis, Pesantren Cantayan, Genteng, Syamsul
Ulum Gunung Puyuh Sukabumi, Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo di
Banjar, Pesantren Pagelaran Sumedang-Subang, Darul Hikmah di Sumedang, dan
Pesantren Sempur dan Al-Mutohhar – Kabupaten Purwakarta.
B.
Saran
Perkembangan
penyebaran pesantren di Jawa Barat merupakan hal yang sangat menarik bagi kita
semua, jika kita menelusurinya dengan baik dan benar. Makalah ini, kami
hadirkan kepada para pembaca untuk berusaha mengungkapkan bagaimana
Perkembangan penyebaran pesantren di Jawa Barat ini merupakan hal yang sangat
menarik. Oleh karena itu, kita harus membaca makalah ini dengan seksama karena
berisi penjelasan penyebaran pesantren di Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Fadlullah,
Cholid H. (1994).Tri Sila Hasta Wahana dalam Intisab Persatuan Ummat Islam.
Jakarta: Panitia Muktamar IX PUI.
Herlina,
Nina. (2011).Perkembangan Islam di Jawa Barat. Bandung: Yayasan
Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.
Herlina,
Nina. (t.th.).Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat. Bandung: Pustaka
UNPAD.
Kusdiana,
Ading. (2014).Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di
Wilayah Priangan 1800-1945. Bandung: Humaniora.
Mas’udi,
Masdar. (1986).Direktori Pesantren. Jakarta: Perhimpinan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat.
Rosidi,
Ajip. (2000).Ensiklopdei Sunda: Alam, manusia, dan Budaya Termasuk Budaya
Cirebon dan Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya.
2. Artikel
dalam Internet
Arifin.
“Selayang Pandang Pesantren Al-Falah Biru” dalamhttp://biru-garut.blogspot.com.
Diakses tanggal 30 Juni 2010.
3. Sumber
Lisan
Asy’ari,
K.H. Obing (82 tahun). Pimpinan Pesantren Ciwedus. Wawancara. Kuningan,
tanggal 30 Januari 2010.
Hanif,
Ust. (40 tahun). Pengasuh Pesantren Al-Falah Biru dan keturunan pendiri
Pesantren Al-Falah Biru. Wawancara. Garut, tanggal 28 Juli 2011.
Ikyan
(53 tahun). Pimpinan Pesantren Al-Falah Biru sekaligus anak dari Syekh
Badruzzaman. Wawancara. Tasikmalaya, tanggal 12 Desember 2011.
Ismatullah,
Ust. M.A.H. (25 tahun). Salah satu pimpinan sekaligus keturunan K.H. Said
pendiri Pesantren Gentur Jambudipa Warungkondang. Wawancara. Cianjur,
tanggal 12 Februari 2010.
Lilis Hasan Basri, Hj. (60 tahun). Isteri dari K.H. Hasan Basri
(alm.) pimpinan kelima dari Pesantren Keresek. Wawancara. Garut, tanggal
13 Januari 2010.
[1]Ading Kusdiana,
Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan
1800-1945, (Bandung: Humaniora, 2014), hlm. 122-123.
[4]Ikyan, wawancara
12 Desember 2011 dalam Ibid., hlm. 123-124.
[5] Pada
1933-1928, M. Raden KH> Asnawi Muhammad Faqieh dan putranya Syekhuna
Badruzzaman mengungsi dari kampung Al-Falah, untuk menyebarkan agama Islam di
daerah Kab. Tasik yaitu Taraju/ Indularang yang masih menganut agama Hidnu yang
kebetulan di daerah Garut sedang terjadi fitnah “Perintah Suntik” dari penjajah
Belanda. Sepulang dari pengungsian pengajian dibuka lagi, pada waktu itu
Pesantren Al-Falah Bitu mempunyai puluhan ribu murid bahkan pada masa
penjajahan Jepang berjumlah ratusan ribu murid sehingga Jepang menyebutnya
“Maha Raja” kepada KH. Faqieh yang dibantu oleh puteranya Syekhuna Badruzzaman,
karena Jepang melihat kehebatan pengaruhnya melebihi yang lainnya. (Arifin, “Selayang
Pandang Pesantren Al-Falah Biru”, http://biru-garut.blogspot.com, tanggal 30 Juni 2010 dalam Ibid.,
hlm. 124).
[6] Hanif, wawancara
28 Juli 2011 dalam Ibid., hlm. 124.
[7] Ading
Kusdiana, loc. cit., hlm. 125.
[8] Nama Keresek
diambil dari kata Keresek. Kata ini memiliki keterkaitan dengan cerita adanya
dua sejoli pasangan anak muda yang sedang berpacaran, yaitu seorang Menak
Sumedang yang berpacaran dengan Menak Limbangan. Di antara keduanya saling
mengejar di sebuh padang ilalang sehingga terdengar suara keresek, keresek,
keresek … Dari suara itulah pesantren ini dinamakan Keresek (Lilis, wawancara
13 Januari 2010 dalam Ibid., hlm. 125).
[9] Masdar
Mas’udi, Direktori Pesantren, (Jakarta: Perhimpinan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat, 1986), hlm. 29 dalam Ading Kusdiana, loc. cit., hlm.
126.
[10] Ading
Kusdiana, loc. cit., hlm. 127.
[11]Nina Herlina, Sejarah
Perkembangan Islam di Jawa Barat, (Bandung: Pustaka UNPAD, 2011), hlm.
37-38.
[12]K.H.
Obing Asyari, wawancara tanggal 30 Januari 2010 dalam Ibid.,hlm.
39.
[13]
Ajip Rosidi, Ensiklopdei Sunda: Alam, manusia, dan Budaya Termasuk Budaya
Cirebon dan Betawi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), hlm. 514-515 dalam Ibid.,hlm.
39.
[14] Nina Herlina
Lubis, loc. cit., hlm. 41.
[15] Cholid H.
Fadlullah, Tri Sila Hasta Wahana dalam Intisab Persatuan
Ummat Islam, (Jakarta:
Panitia Muktamar IX PUI, 1994) dalam Nina Herlina Lubis, loc. cit., hlm.
42.
[16] Ismatullah, wawancara
tanggal 12 Februari 2010 dalam Ading Kusdiana, loc. cit., hlm. 127.
[17] Nina Herlina, Perkembangan
Islam di Jawa Barat, (Bandung: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia
Cabang Jawa Barat), hlm. 42 dalam Ading Kusdiana, loc. cit., hlm. 128.
[18] Ading
Kusdiana, loc. cit., hlm. 129-130.
[19]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 130-132.
[20]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 134.
[21]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 135
[22]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 136.
[23]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 138.
[24]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 139.
[25]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 140.
[26]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 142.
[27]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 143.
[28]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 145.
[29]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 146.
[30]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 147.
[31]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 148.
[32]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 149.
[33]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 151.
[34]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 153.
[35]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 155.
[36]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 157.
[37]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 158.
[38]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 159.
[39]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 160.
[40]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 161.
[41]Ading Kusdiana,
loc. cit., hlm. 162.
Kang alamat lengkap makam nya mama sobari di kuningan dimana ya?
BalasHapusKang alamat lengkap makam nya mama sobari di kuningan dimana ya?
BalasHapusAss. Makam K Sobari. Di daerah Timbang Cilimus Kuningan Jabar. Mudah2an ketemu. Amin
BalasHapusAss. Makam K Sobari. Di daerah Timbang Cilimus Kuningan Jabar. Mudah2an ketemu. Amin
BalasHapusKang, alumni SKI sanes?
BalasHapus